Rabu, 25 Mei 2011

Human Capital vs Social Capital: Mana yang Lebih Diperlukan?

Oleh: Syahyuti (Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor).

Konsep “sumberdaya manusia” (SDM) di Indonesia sudah sangat populer. Konsep ini menjadi landasan dalam merancang berbagai strategi pengembangan manusia. Banyak nama proyek dan program menggunakan frasa “pengembangan sumberdaya manusia”, bahkan di Deptan juga ada Badan Sumberdaya Manusia. Dalam konsep SDM ini, diasumsikan bahwa manusia dapat dikembangkan sebagai individu demi indvidu. Jika individu-individu dalam masyarakat berpendidikan baik, sehat, dan memiliki motivasi tinggi; maka diyakini akan mampu mendorong perubahan.

Dalam tulisan ini, saya ingin menyampaikan bahwa konsep “sumberdaya manusia” (human resources) tersebut masih mengandung kelemahan, atau lebih tepatnya “ketidaklengkapan”. Ia tidak lengkap karena hanya bertolak dari konsep human capital, human labour, dan intelectual capital, yang cenderung melihat manusia secara sempit. Disini manusia lebih dipandang sebagai objek ekonomi, atau sebagai kapital agar ekonomi suatu perusahaan (maupun sebuah wilayah) berkembang.

Agar kita bisa melihat manusia secara lebih utuh, maka satu lagi alat yang dibutuhkan adalah menambahkan konsep “social capital” (modal sosial). Hanya dengan memadukan konsep human capital dan social capital, maka analisis kita kepada manusia menjadi lengkap, karena keduanya sesungguhnya saling melengkapi. Jika konsep human capital merupakan hasil dari pemikiran para ahli ekonomi, maka social capital merupakan sumbangan dari ahli-ahli ilmu sosial. Social capital melengkapi pendekatan individual otonom yang merupakan karakter utama ilmu ekonomi dalam melihat manusia. Perbedaan secara diametris antara human capital (dan sekaligus tercakup human labour dan intelectual capital) dan social capital dapat dilihat pada Tabel berikut.




Dalam konsep human capital, manusia dilihat sebagai objek individual, merupakan kapital ekonomi, dan pengembangannya adalah dengan peningkatan kapasitas individual misalnya berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Sebaliknya, social capital melihat manusia sebagai makhluk sosial, yaitu bentuk relasi apa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lain. Jika sebuah komunitas digambarkan dalam suatu rangkaian berupa titik (nodes) dan garis (lines), maka human capital menunjuk kepada “titik” sedangkan social capital menunjuk kepada “garis”.

Secara umum, sumberdaya manusia dimaknai sebagai “the persons employed in a business or organization”, dimana manusia adalah sumberdaya untuk bisnis. Manusia adalah kapital. Dalam pengertian tradisional, SDM adalah manusia yang ada dalam perusahaan dan bidang bisnis lain, yang menunjuk kepada individu-individu dalam perusahaan, berkaitan dengan rekruitmen, penggajian, pelatihan, dan lain-lain. Dalam pengertian ini, biasanya digunakan istilah “labor”. Ini merupakan pemaknaan yang sempit, yang hanya melihat pada aspek keterampilan dan kemampuan manusia dalam konteks “employment”. Dalam pengertian yang sederhana ini, manusia hanyalah faktor produksi dan sekaligus komoditas yang cenderung homogen dan dapat dengan mudah dipindahkan dan dipertukarkan dari satu tempat ke tempat lain, dari satu perusahaan ke perusahaan lain. SDM sama dengan "physical means of production", sebagaimana mesin dalam sebuah pabrik.

Dalam pandangan yang lebih modern, manusia (human beings) tidak hanya dipandang semata-mata sebagai sumber daya yang pasif dan bekerja sesuai kontrak belaka, namun dipandang sebagai makhluk sosial (social beings) yang dicirikan oleh daya kreatifitasnya yang tak dapat dikalahkan oleh makhluk lain di bumi ini. Manusia dihargai karena memiliki intellectual capital.

Kenapa penting mempelajari dan mengembangkan social capital dalam masyarakat? Karena dengan individu-indvidu berkualifikasi baik belum jaminan akan terciptanya sebuah kemajuan. Gampangnya begini, jika lima orang doktor ditugaskan merencanakan dan mengimplementasi satu program ke desa, maka belum jaminan akan berhasil jika di antara mereka tidak ada modal sosial yang berkembang.

Konsep social capital merupakan pelengkap dari banyak kapital yang sudah berkembang sebelumnya, yaitu natural capital, financial capital, physical capital, human capital, human made capital, dan intelectual capital. Social capital merupakan syarat penting untuk menggerakkan sebuah organisasi, bahkan untuk pembangunan. Untuk itu, social capital harus dikenali dan dikembangkan pula.

Konsep social capital dapat diterapkan untuk upaya pemberdayaan masyarakat. World Bank memberi perhatian yang tinggi dengan mengkaji peranan dan implementasi social capital khususnya untuk pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang. Menurut definisi World Bank, social capital adalah “…a society includes the institutions, the relationships, the attitudes and values that govern interactions among people and contribute to economic and social development”. Social capital menjadi semacam perekat yang mengikat semua orang dalam masyarakat. Di dalamnya berjalan “nilai saling berbagi” (shared values) serta pengorganisasian peran-peran (rules) yang diekspresikan dalam hubungan-hubungan personal (personal relationships), kepercayaan (trust), dan common sense tentang tanggung jawab bersama.

Jadi, elemen utama dalam social capital mencakup norms, reciprocity, trust, dan network. Social capital tercipta dari ratusan sampai ribuan interaksi antar orang setiap hari. Ia tidak berlokasi di diri pribadi atau dalam struktur sosial, tapi pada space between people. Ia menjadi pelengkap institusi. Social capital merupakan fenomena yang tumbuh dari bawah, yang berasal dari orang-orang yang membentuk koneksi sosial dan network yang didasarkan atas prinsip kepercayaan dalam hubungan yang saling menguntungkan (mutual reciprocity). Ia tidak dapat diciptakan oleh seorang individual, namun sangat tergantung kepada kapasitas masyarakat.

Bagaimana mengukur social capital? Meskipun belum ada kesepakatan, namun ada dua pendekatan untuk mengukurnya. Kita dapat melakukan sensus dengan menghitung jumlah grup atau kelompok sosial yang ada dan keanggotaan grup dalam suatu masyarakat. Dan kedua, dapat juga dengan pendekatan survey, dengan mengukur derajat kepercayaan dan daya kohesi dalam masyarakat (level of trust and civic engagement). Pada level mikro, social capital memfungsikan keteraturan sosial (social order) bersama-sama dengan perasaan bersama dan sikap berbagi (sense of belonging and shared behavioral norms). Sebagian ahli menganalogkan social capital sebagai “sinergi” yang dimiliki masyarakat tersebut. Masyarakat yang bersinergi tinggi adalah masyarakat yang bekerjasama dengan kuat, sementara masyarakat bersinergi rendah cenderung individualistis.

Kembali kepada judul di atas, maka konsep SDM kita selama ini perlu diperbaharui dengan menggabungkan berbagai konsep sebelumnya yang telah mencakup konsep human capital, human labour, dan intelectual capital; dan menambahi dengan konsep social capital. Jadi, konsep SDM baru mencakup keempatnya sekaligus, dimana pengembangan SDM mesti dilakukan secara individual dan relasi yang terbentuk antar individual. Atau dapat dikatakan, pengembangan SDM dapat menggunakan pendekatan individual ditambah pendekatan komunitas. Beberapa pendekatan pembangunan yang telah menggunakan konsep social capital misalnya adalah pendekatan Community Development dan Communiy Based Management. ********