Kamis, 16 Desember 2010

Tak ada sampah di dunia ini

Pandangan lama:

Tulisan “membuang sampah” ada dimana-mana, bahkan dalam otak kita pun ada, meskipun lengkapnya didahului kata “jangan” . Di kamus, “membuang” dimaknai sebagai perilaku melemparkan, mencampakkan, melemparkan sesuatu karena tidak berguna lagi, menghilangkan, menghapuskan, menyia-nyiakan, memboroskan, memberi hukuman dengan mengasingkan ke tempat yang jauh atau terasing. Membuang hanya untuk obyek yang dianggap sudah tidak berguna lagi.

Selama ini, sampah adalah barang-barang yang dibuang karena tidak terpakai lagi, kotoran, najis, dan hina. Akibatnya: timbul sikap dan perilaku negatif pada sampah. Kita sembarangan membuang sampah. Lingkungan bersih adalah yang tak ada sampah, terserah disembunyikan dimana. Sampah adalah musuh.

Cara yang paling jitu dan memuaskan melawan musuh adalah: BAKAR. Padahal membakar sampah berarti membangkitkan efek negatif sampah. Anda memproduksi gas-gas berbahasa ke udara kita. Membakar bukan akhir, tapi adalah awal masalah.

Membakar senyawa berbahan dasar chlorine, seperti plastik PVC, menghasilkan senyawa dioxin yang sangat berbahaya. Saat terlepas ke udara, dioxin dapat menempuh jarak yang cukup jauh. Di air, dioxin dapat menumpuk pada tanah sungai, sehingga menempuh perjalanan lebih jauh ke hilir atau masuk ke tubuh ikan. Selain dioxin, gas-gas berbahaya yang ditimbulkan oleh pembakaran sampah antara lain adalah gas karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), dan Furan. Bahayanya sudah jelas, ga perlu ditambahin lagi disini.

Pandangan baru:

Jangan lagi pakai istilah “membuang sampah”, tetapi meletakkan sampah pada tempatnya. ”Menempatkan” berkonotasi positif, memberi penghargaan, pengakuan, dan hormat pada objek yang diletakkan.
Kenapa? Karena, semua sampah bisa diubah menjadi berguna. Tak ada benda yang daurnya terputus didunia ini. Yang ada hanya berubah bentuk dan fungsi, bukan hilang. Tak ada sesuatu yang bisa dihilangkan di dunia ini. Bukankah ini suatu universal law ?

Tidak ada di dunia ini sesuatu yang tidak terpakai lagi. Jika sesuatu tidak dipakai oleh seseorang, orang lain memerlukannya. Kotoran sekalipun masih dapat digunakan sebagai pupuk pertanian. Tidak sedikit orang yang menggantungkan hidupnya dari mengumpulkan dan mendaur-ulang sampah. Seorang kaya baru level dunia telah dilahirkan karena bisnis yang maju di bidang sampah (kalo ga salah di China tahun 2010 ini).

Jadi, sampah bukan lagi sebagai sesuatu yang harus dibuang. Sampah tidak dibuang: “SAMPAH TIDAK PERNAH DIBUANG“. Sampah hanya perlu tempat khusus. Ia ditempatkan di wadah tertentu, sehingga mudah mengenalinya, menjangkaunya, dan memprosesnya lebih lanjut. Di sekolah anak saya sudah setahun berdiri Bank Sampah. Sungguh suatu apresiasi yang cantik. *****

Nelayan lama vs nelayan baru

Padangan lama:
Nelayan semata adalah penangkap ikan di laut, pelaku ekonomi lemah, miskin, kurang perhatian. Dieksploitasi pemilik usaha, kurang tahu hukum sehingga sering nyasar ke wilayah tetangga. Tapi, jago melaut, pemberani, kuat fisiknya, dan memiliki keterampilan yang khas.

Pandangan baru:
Nelayan punya daya jelajah luas, menghubungkan nusantara. Bisa jadi sabuk pengaman nasional, punya peran geopolitik strategis. Jika ekonomi nya kuat, ia akan jadi penjaga nusantara. Dapat menjadi”pengawas” laut, pemberi informasi paling dini. Menjadi ”tentara” tanpa gila pangkat dan bayaran.

Jumlahnya yang banyak dan tersebar adalah asset ekonomi yang kuat. Ia akan mampu menjadi tenaga logistik yang handal, murah dan efisien. Ia menguasai laut, ombak, angin, gelombang dan badainya: sementara kita penguasa daratan hanya ngeri belaka memandang laut. Berikan kesempatan kepada mereka, sehingga barulah terwujud apa yang kita sebut Nusantara. Laut adalah jembatan bukan pemisah. Hanya penguasa laut yang akan bisa mewujudkannya. ****